Pasang Surut Air Laut
Sekilas kali ini Tukang Ledeng bicara terjadinya proses pasang surut air laut.
1. Penyebab Terjadinya Pasang Surut
1. Penyebab Terjadinya Pasang Surut
Pasang
surut adalah fenomena alam yakni berupa naik turunnya muka air laut
secara periodik akibat dari gaya tarik menarik antara bumi (air
dipermukaan) dengan benda-benda langit terutama bulan dan matahari. Naik
turunnya muka air laut ini memasuki muara sungai dan selanjutnya
merambat ke arah sungai dan anak sungai termasuk saluran buatan.
Gaya
tarik menarik antara bumi dan bulan menyebabkan bumi-bulan menjadi satu
sistem kesatuan yang beredar secara bersama sekeliling sumbu perputaran
bersama. Sumbu perputaran ini ialah titik berat dari sistem bumi-bulan
yang berada di bumi dengan jarak 1718 km di bawah permukaan bumi.Selama
peredaran tersebut tiap-tiap titik di bumi beredar sekeliling pusatnya
dalam suatu orbit yang berbentuk lingkaran dengan radius yang sama
dengan radius dari revolusi pusat massa bumi sekeliling sumbu perputaran
bersama. Gambar 1 menunjukkan revolusi pusat massa bumi
sekeliling sumbu perputaran bersama. Dilihat titik P yang berada
dipermukaan bumi. Selama gerak revolusi pusat massa bumi C sekeliling
sumbu perputaran bersama G (tidak disertai dengan rotasi) titik P
beredar sekeliling Cp dengan orbit lintasan berbentuk suatu lingkaran
dengan radius yang sama dengan orbit massa bumi sekeliling sumbu
perputaran bersama (CG). Dalam peredaran tersebut titik C1 bergerak ke
C2 dan P1 juga bergerak ke P2. Demikian juga karena C2 bergerak ke C3,
P2 juga bergerak ke P3, demikian seterusnya. Orbit yang dilintasi adalah
P1,P2,P3 dan seterusnya. Titik-titik yang lainnya, misalnya saja Q juga
beredar sekeliling Cq, dengan radius sama dengan radius orbit pusat
massa bumi sekeliling sumbu perputaran bersama (CG), dengan demikian
radius orbit peredaran setiap titik yang ditinjau di bumi adalah sama
sehingga gaya sentrifugal (Fc) yang ditimbulkan oleh peredaran setiap
titik yang ditinjau di bumi adalah sama sehingga gaya sentrifugal (Fc)
yang ditimbulkan oleh peredaran tersebut adalah sama besar.
Gambar 1. Revolusi Pusat Massa Bumi pada Sumbu Perputaran
Dengan
adanya perputaran tersebut maka pada setiap titik di bumi bekerja gaya
sentrifugal (Fc) yang besar dan arahnya sama. Arah gaya tersebut
adalah berlawanan dengan posisi bulan. Selain itu karena ada pengaruh gravitasi
bulan, setiap titik di bumi mengalami gaya tarik (Fg) dengan arah
menuju pusat massa bulan, sedang besar gaya tergantung pada jarak antara titik
yang ditinjau dan pusat masa bulan. Gambar menunjukan tiap titik di bumi yang
mengalami gaya sentrifugal dan gaya tarik bulan. Gaya pembangkit pasang surut adalah resultan
dari kedua gaya tersbut.
2. Komponen Harmonik dari Pasang Surut
2. Komponen Harmonik dari Pasang Surut
Pasangan
matahari-bumi akan menghasilkan fenomena pasut yang mirip dengan fenomena yang
diakibatkan oleh pasangan bumi-bulan. Perbedaan yang utama adalah gaya
pembangkit pasut yang disebabkan oleh matahari hanya sebesar separuh kekuatan
yang disebabkan oleh bulan. Hal ini disebabkan oleh jarak bumi-bulan yang jauh
lebih dekat dibanding dengan jarak matahari-bumi walaupun massa matahari jauh
lebih besar daripada bulan.
Jarak
bumi-matahari (dbm) = 149785000 km
Jarak
bumi-bulan (dbb) = 384,385 km
Massa bulan (mb) = 7,3 x 1019
metric ton
Massa matahari (mm) = 2,2 x 1027
metric ton
Gaya pembangkit pasut = massa / (jarak3)
Gaya pembangkit pasut dari bulan (Fb) = mb/(dbb3)
= 1281 N
Gaya pembangkit pasut dari matahari (Fm) = mm/(dbm3)
= 655 N
Maka gaya pembangkit pasut dari matahari hanya separuh
(50%) dari gaya pembangkit pasut dari bulan.
Oleh karena posisi bulan dan matahari terhadap bumi berubah-ubah maka resultan gaya pasut yang dihasilkan dari gaya tarik kedua benda angkasa tersebut tidak sesederhana yang diperkirakan. Tetapi karena rotasi bumi, revolusi bumi terhadap matahari dan revolusi bulan terhadap bumi sangat teratur, maka resultan gaya pembangkit pasut yang rumit tadi dapat diuraikan sebagai hasil gabungan sejumlah komponen harmonik pasut (harmonic constituents). Komponen harmonik ini dapat dibagi menjadi empat komponen yaitu tengah harian, harian, dan periode panjang
Tabel 1. Komponen Harmonik Pasang Surut
3. Grafik Pasang Surut
Oleh karena posisi bulan dan matahari terhadap bumi berubah-ubah maka resultan gaya pasut yang dihasilkan dari gaya tarik kedua benda angkasa tersebut tidak sesederhana yang diperkirakan. Tetapi karena rotasi bumi, revolusi bumi terhadap matahari dan revolusi bulan terhadap bumi sangat teratur, maka resultan gaya pembangkit pasut yang rumit tadi dapat diuraikan sebagai hasil gabungan sejumlah komponen harmonik pasut (harmonic constituents). Komponen harmonik ini dapat dibagi menjadi empat komponen yaitu tengah harian, harian, dan periode panjang
Tabel 1. Komponen Harmonik Pasang Surut
No
|
Spesies Komponen
|
Nama Komponen
|
Simbol
|
Periode
|
1
|
Tengah Harian
|
Principal lunar
|
M2
|
12,4
|
2
|
Tengah Harian
|
Principal solar
|
S2
|
12,0
|
3
|
Tengah Harian
|
Larger lunar elliptic
|
N2
|
12,7
|
4
|
Tengah Harian
|
Luni solar semi diurnal
|
K2
|
11,97
|
5
|
Harian
|
Luni solar diurnal
|
K1
|
23,9
|
6
|
Harian
|
Principal lunar diurnal
|
O1
|
25,8
|
7
|
Harian
|
Principal solar diurnal
|
P1
|
24,1
|
8
|
Harian
|
Larger lunar elliptic
|
Q1
|
26,9
|
9
|
Periode Panjang
|
Lunar fornightly
|
Mf
|
328
|
10
|
Periode Panjang
|
Lunar monthly
|
Mm
|
661
|
11
|
Periode Panjang
|
Solar Semi Annual
|
Ssa
|
2191
|
12
|
Perairan Dangkal
|
M4
|
6,21
|
|
13
|
Perairan Dangkal
|
MS4
|
6,20
|
3. Grafik Pasang Surut
Untuk
mempermudah dalam hal pemahaman data pasang surut maka data pasang surut
umumnya disajikan dalam bentuk grafik (kurva). Gambar menunjukkan contoh hasil
pencatatan muka air laut sebagai fungsi waktu (kurva pasang surut).
Gambar 2. Kurva Pasang Surut
Penjelasan.
· Tinggi pasang surut (tidal
range) adalah jarak vertikal antara air tertinggi (puncak air pasang) dan
air terendah (lembah air surut) yang berturutan.
· Periode pasang surut (wave
periode) adalah waktu yang diperlukan dari posisi muka air pada muka
air rerata ke posisi yang sama berikutnya. Periode pasang surut bisa 12
jam 25
menit atau 24 jam 50 menit, yang tergantung pada tipe pasang surut.
Periode
pada mana muka air naik disebut pasang, sedang pada saat air turun
disebut
surut.
Secara kuantitaif, tipe pasut di suatu perairan
dapat ditentukan oleh perbandingan antara amplitudo (tinggi gelombang)
unsur-unsur pasut tunggal utama dengan amplitudo unsur-unsur pasut ganda utama.
Perbandingan ini dikenal sebagai bilangan Formzahl
yang mempunyai formula sebagai berikut:
F = (O1+K1)/(M2+S2)
Dimana:
O1 =
Amplitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
K1 = Amplitudo
komponen pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan danmatahari
M2 = Amplitudo
komponen pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan
S2 = Amplitudo komponen pasut ganda utama
yang disebabkan oleh gaya tarik matahari
F = bilangan Formahzl
Jika nilai F
berada antara:
< 0,25 : Pasut bertipe ganda (semi diurnal)
0,25 – 1,25 :
Pasut bertipe campuran condong ke ganda
1,25 – 3,00 :
Pasut bertipe campuran condong ke tunggal
>3,00 : Pasut bertipe tunggal
(diurnal)
Keterangan tambahan:
Untuk
memperoleh O1, K1, M2, dan S2 dengan mudah kita bisa menggunakan suatu
program yaitu ERGTIDE serta program tambahan yang sejenis untuk
memperoleh MSL dapat menggunakan ERGRAM dan ERGELV. Namun kita harus
mendapatkan tinggi muka air dalam tiap jam minimal 15 hari. Semakin lama
pengukuran yang kita lakukan terhadap tinggi muka air, maka hasil akan
semakin lebih akurat.
4. Jenis-Jenis Pasang Surut
4. Jenis-Jenis Pasang Surut
Berdasarkan
siklus hariannya, ada tiga jenis pasang-surut di laut, yaitu pasang-surut setengah harian (semi-diurnal), harian (diurnal), dan campuran (mixed).
a. Pasang Surut Setengah Harian (Semi diurnal)
Di
daerah yang memiliki pasang surut harian (diurnal), dalam suatu hari
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut yang terjadi pada siang dan
malam hari.
b. Pasang Surut Harian (Diurnal)
Pada
daerah dengan pasang-surut harian (diurnal),
dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut yang terjadi pada
siang dan malam hari.
c. Pasang Campuran (Mixed)
Pada
daerah dengan pasang harian (diurnal),
dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut yang terjadi pada
siang dan malam hari. Pasang-surut campuran ditandai oleh suatu perbedaan
ketinggian pasang-surut yang cukup besar antara dua pasang-surut yang terjadi
dalam satu hari. Pasang-surut type campuran dapat didominasi oleh pasang-surut semi-diurnal atau diurnal, namun pasang surut jenis campuran umumnya lebih didominasi
atau lebih mendekati pasang-surut type
diurnal.
5. Terminologi Pasang Surut
5. Terminologi Pasang Surut
Jika
pada suatu lokasi muara, sungai atau saluran dilakukan pegamatan pasang-surut,
terdapat bebarapa terminologi/peristilahan yang terkait dengan padang-surut.
a. Pasang (Flood Tide)
Yaitu pasang yang masuk (incoming tide) dari laut ke muara, sungai atau saluran dan
menimbulkan kenaikan muka air (pasang-naik) di muara, sungai atau saluran.
b. Surut (Eeb Tide)
Yaitu pasang yang keluar (outgoing tide) dari laut ke muara, sungai atau saluran dan
menimbulkan kenaikan muka air (pasang-naik) di muara, sungai atau saluran.
c. Periode
Pasang Surut (Tidal Period)
Yaitu interval waktu antara dua air pasang-surut yang
berurutan.
d. Tunggang
Pasang (Tidal Range)
Yaitu perbedaan antara Pasang Tertinggi (Higher High Water/HHW) dan Pasang
Terendah (Lower Low Water/LLW), yang
teramati dalam suatu periode pengamatan.
e. Ketidaksamaan
Harian (Diurnal Inequality)
Yaitu mengacu pada perbedaan tinggi dari dua air pasang atau dari
dua permukaan air terendah dari tiap hari.
f. Pasang-Surut
Purnama (Spring Tide)
Terjadi karena setiap periode 14,3 hari atau secara kasarnya 15
hari, tinggi air pasang yang terjadi adalah jauh lebih tinggi sedang permukaan
air surut adalah lebih rendah dari yang terjadi pada hari-hari lainya, kondisi
demikian disebut pasang-surut purnama dan hal itu diakibatkan oleh posisi bulan
muda atau bulan purnama, yang terjadi ketika matahari, bulan, dan bumi jika
dibariskan, ketiganya berada pada satu garis lurus).
g. Pasang-Surut
Perbani (Neap Tide)
Yaitu kebalikan dari pasang surut purnama, tinggi air
pasang naik jauh lebih rendah sedang tinggi air surut adaah lebih tinggi dari
yang terjadi pada hari-hari lainnya. Kondisi pasang surut (Neap Tide) terjadi setiap periode 14,3 hari atau secara kasarnya 15
hari. Pasang-surut perbani tersebut diakibatkan oleh posisi bulan muda atau
bulan purnama yang terjadi ketika matahari, bulan, dan bumi jika dibariskan,
ketiganya membentuk garis perpotongan dengan sudut 90 derajat.
h. Pasang
Surut Bersemi Ekuinoksial (Equinoctial
Spring Tides)
Yaitu pasang-bersemi ekstra yaitu
pasang bersemi yang tinggi dan terjadi dua kali satu tahun yaitu ketika awal
musim semi dan pada saat automnal equinox
(panjang waktu siang dan malam sama lamanya).
i. Elevasi Acuan Pasang-Surut (Tide Datum)
Yaitu mengacu pada ketinggian pasang-surut, elevasi acuan yang dipilih pada umumnya
yang jangka panjang rata-rata dari beberapa elevasi pasang-surut seperti Lower Low Water (MLLW). MLLW adalah
rata-rata dari permukaan air terendah pada suatu periode 19 tahun. MLLW adalah
pada umumnya elevasi acuan nol.
6. Karakteristik Pasang Surut di Indonesia
Karakteristik
pasang surut di sepanjang pantai Indonesia bervariasi dari satu tempat ke
tempat lainnya. Di Kalimantan Barat Pontianak mempunyai pasang surut diurnal yaitu sekali pasang dan sekali
surut setiap hari. Semakin ke Utara berubah menjadi pasang surut semi-diurnal yaitu dua kali pasang dan
dua kali surut setiap harinya (Tanjung Datu). Di tempat lainnya mempunyai
pasang surut campuran dimana pasang surut kadang-kadang didominasi oleh pasang
surut diurnal maupun semi-diurnal (pemangkat). Kisarannya
bervariasi secara tetap setiap dua mingggu dan mencapai maksimum pada pasang
purnama (spring tide) dan minimum
pada pasang mati (neap tide). Kisaran
ini dipengaruhi oleh perubahan musim. Kisaran pasang surut bervariasi dari
tempat ke tempat lain, pada pantai Utara Jawa hanya sekitar 1,00 m. Pada pantai
Timur Sumatera dan pantai Selatan Kalimantan bervariasi antara 2,00 – 3,00 m
dan pada pantai Selatan Irian Jaya dapat mencapai sekitar 6,00 m.
7. Tujuan Dilakukannya Pengamatan Pasang Surut
Pasang Surut adalah fenomena naik turunnya muka air laut yang
disebabkan oleh gaya tarik dari benda-benda langit (matahari dan bulan).
Pengamatan pasut dilakukan untuk memperoleh model tinggi muka air laut di suatu
titik. Berdasarkan model tersebut, akan dapat ditetapkan bidang-bidang
referensi vertikal yang sesuai dengan keperluan. Jadi, bidang referensi
vertikal diperoleh dari pengamatan di satu titik yang kemudian dianggap
mewakili pola pasut laut untuk suatu kawasan perairan tertentu. Pengamatan pasut
dilakukan dengan mengambil sampel data tinggi muka air laut pada suatu periode
waktu tertentu. Periode pengamatan pasut yang lazim dilakukan untuk keperluan
praktis adalah 15 piantan atau 29 piantan. Piantan adalah terminologi selang
waktu pengamatan pasut. Dengan 1 piantan adalah pengamatan pasut selama 1 hari.
Batasan penting yang mendasari periodisasi ini adalah bahwa pada selang waktu
tersebut bulan yang dianggap sebagai benda langit yang paling berpengaruh dalam
membangkitkan pasut telah menyelesaikan setengah atau satu kali revolusinya
terhadap bumi.
Tinggi muka air laut sesaat dalam interval waktu tertentu
dilakukan pencatatan atau direkam. Interval waktu pencatatan tinggi muka air
laut biasanya adalah 15 atau 30 menit, dengan pengamatan manual. Pada jam-jam
berselang 15 atau 30 menit tersebut dicatat tinggi muka air laut terhadap suatu
pengamat. Selain itu dicatat pula posisi titik pengamat dan tanggal, bulan, dan
tahun pengamatannya. Catatan tinggi muka air laut sesaat tersebut kemudian
menjadi sample dari populasi tinggi muka air laut di titik yang diamati.
Secara garis besar, tujuan pengamatan pasut adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan
permukaan air laut rata-rata dan ketinggian titik pasut (tidal datum plane) lainnya untuk keperluan survey dan rekayasa
dengan melakukan satu sistem pengikatan terhadap bidang referensi tersebut
2. Memberikan data
untuk peramalan pasut dan arus serta mempublikasikan data ini dalam tabel
tahunan untuk arus dan pasut
3. Menyelidiki
perubahan kedudukan air laut dan gerakan kerak bumi
4. Meyediakan
informasi yang menyangkut keadaaan pasut untuk proyek teknik
5. Memberikan data
yang tepat untuk studi muara sungai tertentu
6. Melengkapi
informasi untuk penyelesaian masalah hukum yang berkaitan dengan batas-batas
wilayah yang ditentukan berdasar pasut.
8. Pengamatan Pasang Surut
Sebelum
melakukan pengamatan pasang surut, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Studi Pustaka
(untuk rencana survey pendahuluan)
Studi rencana lokasi stasiun pasut yang
digambarkan pada peta Indonesia. Dengan menggunakan buku informasi pelabuhan di
Indonesia yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Dephub,
dapat diketahui bahwa lokasi tersebut dapat dilakukan survey pendahuluan atau
tidak (dermaga beton sangat baik untuk konstruksi rumah pasut)
2. Survei
Pendahuluan (untuk mengurus perijinan)
Dilakukan pada pelabuhan yang dimaksud.
Ada bermacam instansi pemilik/pengelola pelabuhan seperti Administrator
Pelabuhan (Dephub, Ditjen Hubla, PT. Pelindo (I, II, III, IV dan
cabang-cabangnya) Pelabuhan, Pelelangan Ikan, TNI AL, dan lain-lain. Data yang
diharapkan dari kegiatan ini adalah:
a. Informasi
rencana pengembangan pelabuhan
b. Kondisi
dermaga
c. Kedalaman
air laut (dicari lebih dari 2 meter tersurut)
d. Variasi
pasang dan surut setempat (unutk
memasang palem/meteran pasut
e. Perijinan.
Bila kondisi pelabuhan cukup memungkinkan untuk didirikan stasiun pasut
dilanjutkan dengan perijinan instansi setempat.
3. Perencanaan
bangunan stasiun pasut.
Bentuk dan konstruksi bangunan stasiun pasut sangat
tergantung pada kondisi dermaga tempat stasiun pasut yang akan dibangun
4. Pembangunan
stasiun pasut dan titik ikat pasut
Setiap bangunan stasiun pasut harus
dilengkapi dengan titik ikat pasut (TIP) berupa pilar beton dengan baut
ketinggian dari kuningan.
5.
Instalasi alat
rekam data pasut.
Pada langkah ini selain instalasi alat rekam data pasut,
dilakukan juga kursus singkat bagi calon operator setempat yang akan
mengoperasikan alat tersebut. Pada saat uji operasi ini minimal 24 jam
pengamatan secara teratur dikontrol sehingga bila terjadi pertanyaan oleh calon
operator masih dapat dijelaskan.
6.
Pengukuran sipat
datar dari palem pasut ke titik ikat pasut.
Ini sangat penting bagi kelengkapan
informasi pasut. Titik ikat pasut
menjadi titik acuan ketinggian di lapangan.
9. Analisis Pasang Surut
a. Model Matematik Pasang Surut
Analisa pasang surut dilakukan untuk menemukan pola-pola
harmonik atau periodic pada periodisasi gerak vertical muka air laut.. Oleh karena itu
analisa pasut sering disebut juga dengan analisa harmonic. Jika faktor
meteorologist dihilangkan dari model gelombang pasut maka akan diperoleh
pernyataan sebagai berikut:
Dimana:
YP
(t) = tinggi muka air karena pasut saat t
Y0 =
tinggi muka air rata-rata (mean sea level)
Ai =
amplitude komponen pasut ke-i
Ti = periode komponen
pasut ke-i
t = waktu
b. Metode Penentuan Konstanta Harmonik
Dari
pengamatan pasang surut yang telah dilakukan dengan interval waktu tertentu,
maka persamaan tersebut diatas dapat ditentukan komponen harmonik pasutnya
(Amplitudonya). Ada beberapa cara hitung data pasut antara lain yaitu dengan
cara konvensional (dengan mengambil harga rata-rata dari semua data
pengamatan, dimana harga tersebut menyatakan kedudukan permukaan air laut
rata-rata), metode admiralthy dan metode least square. Dengan perkembangan
komputer dan software untuk hitungan,
sangat membantu pengolahan data pasut. Bervariasinya tingkat pengetahuan
pengguna data pasut terhadap perpasutan menyebabkan sedikit kesulitan dalam
membuat model sajian informasi pasut. Hasil hitungan pasut yang sering
dihasilkan dan sering dibutuhkan oleh pengguna data adalah konstanta harmonik, mean sea level, chart datum, daftar tertinggi dan terendah muka air laut serta
prediksi pasut.
c. Metode Admiralthy
Metode admiralty merupakan analisis
yang berlaku untuk pengamatan 15 atau 29 piantan. Metode ini dikembangkan oleh
A.T. Doodson, Direktur Tidal Institute di
Liverpool dan digunakan untuk keperluan kantor hidrografi Inggris, yaitu British Admiralty, sehingga karenanya
dikenallah metode ini sebagai metode admiralthy.
Metode ini mengembangkan sistematika pengolahan data pengamatan pasut dengan
bantuan skema dan table-tabel penggali. Perhitungan pendekatan dengan metode
admiralthy ini dibagi menurut hasil data yang didapat melaluhi pengamatan
pasang surut yaitu:
1. Perhitungan
15 hari (piantan) atau biasa disebut perhitungan seri pendek, dilakukan bila
data pengamatan di lapangan diperoleh hanya mencapai minimal 15 hari pengamatan
atau selama 15 x 24 jam.
2. Perhitungan 29 hari (piantan) atau biasa disebut
perhitungan seri panjang, dilakukan bila data pengamatan pasang surut yang
diperoleh di lapangan mencapai hitungan 29 hari atau selama 29 x 24 jam.
Sebelum melakukan perhitungan,
yaitu memasukkan data ketinggian air tiap jam ke dalam blangko perhitungan
pendekatan, harus dilakukan pengkoreksian akan kebenaran datanya melaluhi kurva
yang diplot pada kertas millimeter. Dalam hal ini data pasut yang dianggap
kurang sempurna/menyimpang langsung dapat diperbaiki. Selanjutnya data yang
sudah disempurnakan siap untuk dihitung. Mengerjakan isian yang telah
disediakan pada blangko pendekatan misalnya : Nama tempat, lama pengamatan, (29
hari atau 15 hari).
d. Metode Least Square
Metode least square yang juga sering disebut dengan metode kuadrat
terkecil. Metode ini juga merupakan
analisis harmonik, sehingga mengabaikan pula faktor meteorologis dalam
penghitungannya. Pada metode
least square ini, persamaan matematis sebelumnya dituliskan kembali sebagai
berikut:
Dimana:
k = jumlah
komponen pasut
tk =
waktu pengamatan tiap jam, dengan tk = 0 sebagai waktu tengah-tengah pengamatannya
Ai =
amplitude komponen pasut ke-i
Bi =
amplitude komponen pasut ke-i
Garis regresi
terbaik atau model pasut hasil hitungan (YP(tk) akan
mendekati bentuk pasut pengamatannya jika kuadrat kesalahannya minimum, yang
diekspresikan dengan persamaan:
Keunggulan dari metode least square adalah sebagai berikut:
1. Gap yang
biasanya terjadi pada pengamatan dapat ditolerir
2. Fleksible
dalam jumlah data yang disertakan dalam hitungan yang biasanya minimum sebulan
pengamatan
3. Tidak ada
asumsi yang diterapkan untuk data pengamatan di luar range least square fitting
yang dilakukan
4. Fleksibilitas dalam sampling rate data, yang
mana biasanya sampling rate per jam tetapi dapat juga diset ting dalam sampling rate
yang lebih rapat misalnya per satu menit.
10. Definisi Ketinggian Acuan yang Dipakai
Ketinggian acuan yang dipakai dalam ilmu hidrooseanografi
dalam menggambarkan pasang-surut di suatu daerah antara lain:
Tabel
2 : Tinggi Acuan Pasang Surut
No.
|
Nama
|
Singkatan
|
Definisi
|
1
|
Mean Sea Level
|
MSL
|
Tinggi
rata-rata muka air rata-rata. Dihitung berdasarkan rata-rata muka air selama
20 tahun
|
2
|
Mean High Water Level
|
MHWL
|
Tinggi rata-rata muka air tinggi (diatas MSL). Dihitung
berdasarkan rata-rata muka air tinggi selama 20 tahun.
|
3
|
Mean Low Water Level
|
MLWL
|
Tinggi rata-rata muka air rendah (dibawah MSL). Dihitung
berdasarkan rata-rata muka air rendah selama 20 tahun.
|
4
|
Mean High Water Spring
|
MHWS
|
Tinggi rata-rata pasang purnama, yaitu harga rata-rata
muka air tertinggi sewaktu pasang purnama
dalam jangka waktu panjang (20 tahun)
|
5
|
Mean Low Water Spring
|
MLWS
|
Tinggi rata-rata air rendah saat purnama, yaitu harga rata-rata
muka air rendah sewaktu pasang purnama
dalam jangka waktu panjang (20 tahun)
|
6
|
Highest High Water Level
|
HHWL
|
Muka air tertinggi. Diambil sebagai muka air tertinggi
selama pengamatan 20 tahun
|
7
|
Lowest Low Water Level
|
LLWL
|
Muka air terendah. Diambil sebagai muka air terendah
selama pengamatan 20 tahun
|
Comments
Post a Comment