Sistem Tata Air

 Tukang Ledeng hari ini akan bercerita sedikit tentang sistem pengairan di daerah rawa pasang surut. Sistem tata air adalah suatu pengelolaan air disuatu wilayah khususnya rawa agar pada saat musim hujan air yang masuk tidak berlebihan namun sebagai penyimpan cadangan air saat musim kemarau,

Adapun beberapa jaringan sistem tata air yang Tukang Ledeng tau sekarang ini dan sering ditemui di daerah rawa yaitu sebagai berikut.
-                      Sistem Handil atau Tradisional
Sistem handil merupakan sistem tata air tradisional yang rancangannya sangat sederhana berupa saluran yang menjorok masuk dari muara sungai. Kata handil diambil dari kata anndeel dalam bahasa Belanda yang artinya kerja sama, gotong royong. Di Sumatra dikenal dengan istilah parit kongsi. Handil dalam masyarakat suku Banjar diartikan sebagai suatu luasan lahan atau areal yang dibuka dengan sekaligus pembuatan saluran yang menjorok masuk ke pedalaman dari pinggiran sungai besar. Sistem ini hanya cocok dikembangkan untuk skala pengembangan yang relatif kecil. Sebuah handil umumnya digali dan dimanfaatkan secara gotong royong sekitar 7 -10 orang.
Sistem handil ini mengandalkan apa yang telah diberikan alam berupa tenaga pasang surut untuk mengalirkan air sungai ke saluran-saluran handil dan parit kongsi, kemudian mengeluarkannya ke arah sungai jika surut. Selain sebagai saluran pengairan, handil juga sekaligus berfungsi sebagai saluran pengatusan. Adakalanya, dari pinggir handil dibuat saluran-saluran yang tegak lurus sehingga suatu handil dengan jaringan saluran-salurannya menyerupai bangunan sirip ikan atau daun tulang nangka. Handil, selain sebagai jaringan pengairan/pengatusan, dimanfaatkan juga sebagai alur transportasi untuk dilewati sejenis sampan atau perahu kecil.
Istilah Handil bahkan sekarang menjadi nama wilayah di beberapa tempat di Kalimantan Selatan, seperti Handil Bakti,  Handil Bujur, Handil Amuntai, dan sebagainya.


Gambar 1. Kantor Kelurahan Handil Bakti

-                      Sistem Anjir
Sistem anjir disebut juga dengan sistem kanal yaitu sistem tata air makro dengan pembuatan saluran besar yang dibuat untuk menghubungkan antara dua sungai besar. (Saluran yang dibuat dimaksudkan untuk dapat mengalirkan dan membagikan air yang masuk dari sungai untuk pengairan jika terjadi pasang dan sekaligus menampung air limpahan (pengatusan) jika surut melalui handil-handil yang dibuat sepanjang anjir. Dengan demikian, air sungai dapat dimanfaatkan untuk pertanaman secara lebih luas dan leluasa.
Tata cara pembangunan blok, pembentukkan bedengan dan pengelolaan air yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan sagu adalah sebagai berikut.
a.    Ukuran blok 400 x 400 m, dengan luas satu blok 16 Ha. Biasanya ditengah-tengah blok dibangun kanal tersier.
b.    Kanal yang harus dibangun ada tiga macam yaitu kanal utama, kanal sekunder, dank anal tersier.
c.    Kanal utama adalah kanal yang digali tegak lurus terhadap sungai, dibangun setiap dua blok kebun sagu, jaraknya dari kanal utama satu dengan yang lain adalah 800 m. Fungsinya sebagai pengairan air dari sungai dan sebaliknya, serta untuk penyanggah pengaruh air pasang. Kanal utama ini lebarnya 2,5 m.
d.    Kanal sekunder adalah kanal yang digali tegak lurus terhadap kanal utama (melintang pada blok dank anal utama). Kanal ini berfungsi sebagai pembatas antara empat blok sagu disebelahnya, sebagai jalur transportasi sagu dan atau kanal tersier ke kanal utama. Lebar kanal sekunder 2 m.
e.    Kanal tersier adalah kanal yang digali pada pertengahan blok atau diantara 2 blok atau melintang diantara blok-blok yang saling bersebarangan. Fungsinya adalah drainase per blok, batas antar blok yang saling berseberangan dan sebagai jalur transportasi dari kebun sagu bagian dalam ke sungai atau kanal utama, atau ke kanal sekunder atau juga ke kanal tersier melintang dan sebaliknya. Lebar kanal tersier adalah 1,5 m.
f.     Saluran drainase lebarnya 0,75 meter – 1,00 meter.
g.    Menentukan sistem dan alat transportasi, karena lahan penanaman sagu didominasi oleh lahan berupa rawa dan lahan pantai yang sering dipengaruhi pasang surut.
h.    Lahan yang sebagian merupakan daerah berair, maka infrastruktur harus terdiri atas sistem kanal sebagai pengganti jalan darat.
Kanal merupakan salah satu prasarana yang sangat penting dalam menunjang kegiatan sagu. Sistem kanal yang digunakan perusahaan terdiri atas kanal utama atau primer (main canal), kanal sekunder (collector canal) dank anal tersier atau kanal cabang. Kanal utama (main canal) adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 6 m dan dalam 4 m yang berfungsi sebagai jalur transportasi utama (penghubung antar divisi). Kanal sekunder (collector canal) adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 5m dan dalam 3 m yang berfungsi sebagai kanal penghubung antara kanal cabang dan kanal utama. Kanal tersebut juga berfungsi sebagai jalur transportasi serta sebagai isolasi jika terjadi kebakaran. Kanal tersier/kanal cabang adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 3-4 m dan kedalaman 2-3 m yang berfungsi untuk aktivitas pengangkutan bibit dan pupuk serta untuk antisipasi kebakaran.


Gambar 2. Sistem Tata Air Anjir
 Perbedaan waktu pasang dari dua sungai yang dihubungkan oleh sistem anjir ini diharapkan akan diikuti oleh perbedaan muka air sehingga dapat tercipta suatu aliran dari sungai yang muka airnya lebih tinggi ke sungai yang rendah. Kelemahan dari sistem anjir ini adalah ternyata harapan di atas tidak dapat sepenuhnya tercapai. Bahkan, terjadi aliran balik dari air yang semestinya dibuang mengalir masuk kembali akibat didorong oleh gerakan pasang akumulasi asam di saluran sehingga menimbulkan keracunan pada tanaman dan biota air lainnya.
Dengan dibuatnya anjir, maka daerah yang berada di kiri dan kanan saluran dapat diairi dengan membangun handil-handil (saluran tersier) tegak lurus kanal. Adanya anjir ini menimbulkan lalu lintas transportasi air antara dua kota menjadi lebih ramai sehingga mendorong pembangunan daerah karena terjadinya peningkatan arus pertukaran barang dan jasa.
-                      Sistem Sisir
Sistem sisir merupakan pengembangan sistem anjir yang dialihkan menjadi satu saluran utama atau dua saluran primer yang membentuk sejajar sungai. Pada sistem sisir ini panjang saluran sekunder dapat mencapai 10 km, sedangkan pada sistem garpu hanya 1 - 2 km. Perbedaan lain, pada sistem sisir tidak dibuat kolam penampung pada ujung-ujung saluran sekunder sebagaimana pada sistem garpu. Sistem saluran dipisahkan antara saluran pemberi air dan pengatusan.
Pada setiap saluran tersier dipasang pintu air yang bersifat otomatis (aeroflapegate). Pintu bekerja secara otomatis mengatur bentuk muka air sesuai dengan pasang dan surut. Sistem garpu ini dikembangkan oleh Tim Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S) di Institut Teknologi Bandung (1969 -1982) untuk wilayah Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Riau dan Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Wilayah yang menerapkan system sisir, mencapai sekitar 600 ribu hektar.
-                      Sistem Garpu
Sistem garpu adalah sistem tata air yang dirancang dengan saluran-saluran yang dibuat dari pinggir sungai masuk menjorok ke pedalaman berupa saluran navigasi dan saluran primer, kemudian disusul dengan saluran sekunder yang dapat terdiri atas dua saluran bercabang sehingga jaringan berbentuk menye¬rupai garpu. Ukuran lebar saluran primer antara 10 m - 20 m dan dalam sebatas di bawah batas pasang minimal. Ukuran lebar saluran sekunder antara 5 m -10 m. Kolam berfungsi untuk menampung sementara unsur dan senyawa beracun pada saat pasang, kemudian diharapkan keluar mengikuti surutnya air. Pada setiap jarak 200 m - 300 m sepanjang saluran primer/sekunder dibuat saluran tersier. Sistem garpu ini dikembangkan oleh Tim Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P4S) yang di Universitas Gadjah Mada (1969 -1982) untuk wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Wilayah yang menerapkan sistem garpu, khususnya Kalimatan Selatan dan Kalimantan Tengah, mencapai sekitar 150 ribu hektar.

Pada tahap awal setelah reklamasi, sistem jaringan bersifat terbuka, yaitu tanpa bangunan pengatur air. Sebagian besar sistem jaringan yang ada saat ini masih dalam tahap ini. Dalam keadaan demikian, operasi dari bangunan kecil seperti stoplog seluruhnya dilakukan pada  tingkat lahan usaha. Pengelolaan air pada tingkat jaringan utama tidak memungkinkan dan muka air dalam saluran ditentukan oleh fuktuasi muka air pasang surut.
Pada pengembangan tahap lanjut, bangunan pengatur air  mulai dipasang pada saluran sekunder dan tersier.  Pengoperasian bangunan ini akan dapat mengatur pengelolaan air pada muka air tertentu dalam saluran. Aturan pengoperasian secara umum ini penting dan dapat diterapkan untuk keadaan spesifik pada sistem jaringan yang bersangkutan.

Comments

Aksesoris Pipa PDAM

Aksesoris Pipa PDAM

METODE PENURUNAN ANGKA NRW

Penanggulangan Gangguan Air Minum